Sabtu, 18 Agustus 2018

SHOLAT ITU NOMOR DUA


Judul di atas adalah bunyi seloroh yang sering saya dengar dalam pergaulan dan saya sendiri pernah melakukannya. “Sholat itu nomor dua” yang lalu diikuti tawa bersama, biasanya peristiwanya ketika ada ajakan untuk sholat pada orang yang sedang sibuk kerja. Tentu saja maksudnya bukan meremehkan sholat, tapi bercanda dengan mengaitkannya pada Rukun Islam yang sholat memang berada di urutan ke dua setelah syahadat. Namun berhubungan dengan guyonan itu atau tidak, faktanya banyak dari kita kaum muslimin yang tidak menganggap penting sholat. Entah tidak mengerjakkannya sama sekali, mengerjakkan ketika lagi kepengin atau rutin sholat lima waktu tapi asal-asalan.


Sholat jelas bagi seorang muslim merupakan keutamaan. Dalam sebuah hadits  Rosululloh Saw pernah bersabda bahwa: yang pertama kali (amal perbuatan yang) dihisab dari seorang hamba pada hari kiamat adalah sholatnya. Tapi mungkin karena sedikitnya ulama yang bisa dengan bahasa mudah dimengerti menjelaskan pentingnya sholat, maka sholat lebih sering jadi tak beda dengan menunduk atau menghormat pada orang tua atau orang kaya, ketika lagi butuh atau takut dihukum dilakukan dan ketika sedang merasa hebat dianggap remeh saja.

Terkait sholat di sini saya menyertakan video rekaman wawancara asal dengan anak-anak yang akan ikut karnaval agustusan sehari yang lalu. Di bulan Agustus sudah biasa dalam rangka memperingati kemerdekaan di mana-mana ada karnaval yang menyertakan gadis-gadis/perempuan bermake-up tebal. Karnaval yang biasanya berlangsung sore hari menjadikan gadis-gadis menor itu didandani dari pagi karena biasanya salon dan tukang rias kebanjiran pasien. Dengan berdandan dari pagi dan acara selesai menjelang maghrib, bagaimana sholat mereka?

Saya mengunggah video ini karena prihatin saja. Anak-anak gadis itu ketika sekolah memakai jilbab bahkan dalam keseharian, lalu diajari pula ilmu agama tapi hal-hal prinsip dalam agama ternyata tidak dituntut menjadi laku hidup. Gadis-gadis kecil didandani pakai rok mini lalu melenggak-lenggok di jalanan, kalau setiap hari anak kecil itu biasa bertingkah centil dengan pakaian terbuka tentu tak terlalu merisaukan, saya menjadi gelisah karena sepertinya mereka lebih dikehendaki oleh orang tua dan gurunya jadi perempuan solehah bukan jadi penyenyi dangdut.

Semoga saya tidak berlebihan di sini. Karena kenyataannya yang membentuk keperibadian seseorang bukan segala hal yang pernah didengar; ceramah siang malam tak akan ada artinya kalau laku konyol dibiarkan bahkan diberi tepukan tangan. Ah, kenapa saya jadi senewen begini?

2 komentar:

  1. Yaa menyedihkan sekali.... bahkan para pendidik agama pun saat ada karnawal banyak yg tdk shalat...

    BalasHapus
  2. ya, anak anak belajar dari tingkah laku bukan dari omongan

    BalasHapus