Judul
di atas adalah bunyi seloroh yang sering saya dengar dalam pergaulan dan saya
sendiri pernah melakukannya. “Sholat itu nomor dua” yang lalu diikuti tawa
bersama, biasanya peristiwanya ketika ada ajakan untuk sholat pada orang yang
sedang sibuk kerja. Tentu saja maksudnya bukan meremehkan sholat, tapi bercanda
dengan mengaitkannya pada Rukun Islam yang sholat memang berada di urutan ke
dua setelah syahadat. Namun berhubungan dengan guyonan itu atau tidak, faktanya
banyak dari kita kaum muslimin yang tidak menganggap penting sholat. Entah tidak
mengerjakkannya sama sekali, mengerjakkan ketika lagi kepengin atau rutin
sholat lima waktu tapi asal-asalan.
Sholat
jelas bagi seorang muslim merupakan keutamaan. Dalam sebuah hadits Rosululloh Saw pernah bersabda bahwa: yang pertama kali (amal perbuatan yang) dihisab
dari seorang hamba pada hari kiamat adalah sholatnya. Tapi mungkin karena sedikitnya
ulama yang bisa dengan bahasa mudah dimengerti menjelaskan pentingnya sholat,
maka sholat lebih sering jadi tak beda dengan menunduk atau menghormat pada
orang tua atau orang kaya, ketika lagi butuh atau takut dihukum dilakukan dan
ketika sedang merasa hebat dianggap remeh saja.
Terkait
sholat di sini saya menyertakan video rekaman wawancara asal dengan anak-anak
yang akan ikut karnaval agustusan sehari yang lalu. Di bulan Agustus sudah
biasa dalam rangka memperingati kemerdekaan di mana-mana ada karnaval yang
menyertakan gadis-gadis/perempuan bermake-up
tebal. Karnaval yang biasanya berlangsung sore hari menjadikan gadis-gadis
menor itu didandani dari pagi karena biasanya salon dan tukang rias kebanjiran
pasien. Dengan berdandan dari pagi dan acara selesai menjelang maghrib,
bagaimana sholat mereka?
Saya
mengunggah video ini karena prihatin saja. Anak-anak gadis itu ketika sekolah
memakai jilbab bahkan dalam keseharian, lalu diajari pula ilmu agama tapi
hal-hal prinsip dalam agama ternyata tidak dituntut menjadi laku hidup. Gadis-gadis
kecil didandani pakai rok mini lalu melenggak-lenggok di jalanan, kalau setiap
hari anak kecil itu biasa bertingkah centil dengan pakaian terbuka tentu tak terlalu
merisaukan, saya menjadi gelisah karena sepertinya mereka lebih dikehendaki
oleh orang tua dan gurunya jadi perempuan solehah bukan jadi penyenyi dangdut.
Semoga
saya tidak berlebihan di sini. Karena kenyataannya yang membentuk keperibadian
seseorang bukan segala hal yang pernah didengar; ceramah siang malam tak akan ada
artinya kalau laku konyol dibiarkan bahkan diberi tepukan tangan. Ah, kenapa
saya jadi senewen begini?
Yaa menyedihkan sekali.... bahkan para pendidik agama pun saat ada karnawal banyak yg tdk shalat...
BalasHapusya, anak anak belajar dari tingkah laku bukan dari omongan
BalasHapus