Selasa, 04 Desember 2018

KUCING DAN UJIAN HIDUP


Saya kira setiap muslim tahu cerita tentang seorang pelacur yang memberi minum seekor anjing yang kehausan, yang kemudian berakibat si pelacur diampuni dosanya. Cerita ini begitu masyhur, dalam buku-buku sejarah Nabi Muhammad saw kisah yang adalah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim ra ini sering muncul. Begitu menyentuh dan menggugah (terutama bagi yang merasa memiliki banyak dosa) karena hadits ini mengisyaratkan luasnya kasih sayang Alloh swt pada hambanya.


Kisah ini beberapa saat terakhir sedang terus teringat di benak saya, sebabnya kemarin lalu saya hampir saja membanting seekor kucing yang berkali-kali masuk lemari mencuri makanan. Keinginan membanting kucing itu muncul beberapa detik setelah tangan saya mencengkeram badan kucing itu yang ketahuan sedang nongkrong di dalam lemari mengacak-acak ikan di piring. Begitu jengkelnya saya waktu itu karena baru beberapa menit berlalu kucing itu melakukan hal yang sama. Namun beriringan dengan keinginan membantingnya, kisah ini teringat dan membuat saya urung menganiaya binatang pencuri itu.

Merenungi apakah saya layak melampiaskan kejengkelan pada seekor kucing yang memang tabiatnya suka gratakan ada juga muncul pembenaran. Apalagi kucing, manusia yang mengganggu dan bikin resah saja boleh dihukum bahkan dibunuh, begitu kira-kira pembenarannya, tapi ada juga kesadaran jangan-jangan saya yang salah telah berbuat ceroboh yang membuat kucing itu punya peluang mencuri ikan. Saya juga ingat ada saudara yang pernah memukul kucing sampai kakinya patah, ada pula orang yang (mungkin) begitu benci pada kucing sehingga setiap ada kucing mendekati rumahnya langsung ditembak pakai senapan angin miliknya. Semoga saya tetap diberi kelembutan hati.

Hidup ini cobaan atau ujian, begitu kata banyak orang. Dan binatang atau apapun makhluk Tuhan yang menjengkelkan kita pastinya bagian dari cobaan atau ujian itu.  Setelah Tuhan memberi kita pengetahuan dan kita membenarkan pengetahuan itu, adalah semestinya kita diuji setelah membenarkannya apakah juga mau mengamalkannya. Karena pada akhirnya amal itu yang dinilai.

Dan pada akhirnya saya tak bangga juga karena tak sampai membanting kucing gara-gara ingat hadits nabi, sebab selain kucing belakangan sedang banyak semut yang juga menjengkelkan. Semut –mungkin karena kemarau yang panjang— sudah beberapa pekan muncul di mana-mana mengerubuti apa saja, dari makanan yang ada di meja, nasi di magic com yang mati, air di penampungan, membuat saklar lampu macet, menggerogoti mi instan di bungkusnya sampai handuk di jemuran bikin saya jejingkrakan saat memakainya. Dan saya pun berkali-kali membunuhi semut-semut itu dengan berbagai cara sambil membayangkan apakah Nabi Sulaiman as pernah dibikin jengkel oleh semut?

Sekali lagi hidup adalah ujian. Semoga kalaupun nilai saya jelek-jelek di banyak bidang ujian, ada beberapa nilai bagus untuk menutupi yang jelek itu dan tetap bisa lulus pada akhirnya. Ya Alloh, betapa lemahnya hamba-Mu ini.





3 komentar:

  1. Yang sabar ya, mas :)
    Kitanya yang cari cara saja agar hewan tak nyelonong mencuri makanan kita.
    Mungkin saat itu si kucing lagi kelaparan, jadi mencium adanya bau makanan dan punya kesempatan memasuki lemari jadi dia mengira makanan itu disajikan untuk dia.

    BalasHapus
  2. Yang Sabar ya...
    Mungkin Allah mengirim hewan-hewan itu untuk menguji kesabaran kita.
    Lagipula, memberikan makanan untuk kucing dan semut juga bagian dari sedekah. Sebab hewan tidak diajarkan untuk membeli, yang dia dapat, dia pikir itu tak ada pemiliknya.
    Ikhlaskan saja kalau sudah dimakan kucing, niatkan saja sekalian buat sedekah, daripada memaki. Lebih baik berdoa saja, "Semoga sepiring ikan yang dimakan kucing ini diganti dengan rezeki yang lebih baik oleh Allah SWT."

    Saya nggak pernah marah kalau kucing nyolong, malah tak kasih makan sekalian biar kenyang. Kasih aja ikan 1 potong dicampur nasi. Kalo udah kenyang, malah tidur dia ... nggak nyolong lagi. wkwkwkwk...

    BalasHapus
  3. Dengan dengan demikian, berarti kasih dan sayang itu penting sekali ya, Kang.

    BalasHapus